1. Nilai Mahakarya Ekologi
Pada kajian kawasan perkotaan (2014) nilai ekologi yang menonjol adalah pemilihan lokasi Kraton Yogyakarta di kawasan hutan Mentaok di antara sungai Code dan sungai Winongo. Dan di utara terdapat Gunung Merapi, serta di selatan Lautan Indonesia. Demikian pula keterkaitan nama kampung-kampung yang mencerminkan flora dan karakteristik penduduk yang diwadahinya, seperti Kampung Timoho, Kampung Musikanan, Kampung Gamelan, dll. Ketika kajian tahun 2016, wilayah lebih luas mencakup seluruh DIY, nilai keunggulan meningkat menjadi Nilai Mahakarya Ekologi yang ditentukan dengan keberadaan beberapa daerah di Kabupaten Gunung Kidup telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai GeoPark, serta keberadaan Gumuk Pasir di Kabupaten Bantul. Di samping itu juga terdapat lahan sungai purba Bengawan Solo yang bermuara di Pantai Sadeng.
Sungai Winongo yang berada di belakang kantor Jogja Heritage Society, ketika masa pendirian Nagari Ngayogyakarta (peta 1830), dibendung dan ada yg dialirkan melalui Kali Larangan ke Kraton Yogyakarta (warna merah pada peta) untuk mengairi sawah, Mesjid Agung, Mesjid Panepen, Jagang Beteng Baluwerti, Tamansari yang masih lengkap ada danau buatan yang melingkupi Pulau Kenanga dan Sumur Gumuling (Mesjid bawah air) di sebelah barat kompleks Kraton dan Segaran di timurnya yang dihubungkan dengan kanal yang sering dipakai untuk lomba dayung.
Dalam peta tersebut juga ditengarai adanya saluran-saluran air yang berada di Alun-alun Lor dan Kompleks Kraton. Demikian juga di Rumah dan Kantor Residen Belanda dan Beteng Vredeburg.
—
Keunggulan Nilai Pusaka Jogja :