Close

Sekolah Pada Masa Kolonial di Yogyakarta

Sekolah Pada Masa Kolonial di Yogyakarta

Sejarah perkembangan pendidikan modern di Indonesia tidak terlepas dari Politik Etis yang diterapkan Belanda dengan Trilogi Van Deventer, yaitu pendidikan, imigrasi, dan pengairan. Dengan Trilogi tersebut pemerintah Belanda dituntut memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia yang telah memberi kekayaan kepada Negeri Belanda. Dalam bidang pendidikan, Pemerintah Belanda menjalankan politik pemisahan (segregation), yaitu politik diskriminasi ras yang terbagi menjadi tiga golongan: Belanda, Timur Asing (Cina), dan Pribumi.

 

Di Yogyakarta. pendidikan pada masa kolonial bisa dibagi menjadi tiga jenjang, yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah umum, dan pendidikan kejuruan.

  1. PENDIDIKAN DASAR, ada sembilan jenis sekolah untuk golongan yang berbeda-beda.
  • Europeesche Lagere School (ELS) adalah Sekolah Dasar Khusus untuk anak-anak Belanda dan anak-anak Indonesia yang orang tuanya berpangkat tinggi (misal: anak Bupati). ELS menempati area SMPN II, Jl. Panembahan Senapati (Sekolah Kidul Loji) dan di Jl. Ungaran, Kotabaru. Guru-gurunya adalah orang-orang Belanda dengan bahasa pengantar bahasa Belanda.
  • Sekolah Kelas I (Eerste Inlandse School), yaitu sekolah dengan bahasa Belanda yang diberikan sejak kelas 3 s.d. kelas 5. Sekolah ini ada di Kintelan, Jetis, dan Keputran.
  1. Hollands Inlandse School (HIS) adalah perubahan dari Sekolah Kelas I pada tahun 1914 dan merupakan bagian dari Sekolah Barat. Di Yogyakarta HIS berada di lokasi yang sekarang dipakai SD Pujokusuman. HIS menempati gedung SMPN VI Jetis dan HIS Met de Bijbel di Bintaran dan Kintelan (1909). Badan-badan swastapun mendirikan HIS antara lain Muhammadiyah, Yayasan Netral, dan Zending.

     

Gambar 1. HCS Zending Protestan didirikan tahun 1917 (sekarang SMP Bopkri 1)

HIS yang memberi pelajaran bahasa Belanda sejak kelas 3 telah menarik banyak warga pribumi karena akan mempermudah mereka mendapatkan pekerjaan. Atas dorongan Budi Utomo maka pada tahun 1915 pemerintah memperbanyak sekolah-sekolah rendah dengan pengantar bahasa Belanda. Sekolah Kintelan dan yang semula sebagai Eerste Inlandse School akhirnya diganti menjadi Sekolah Kelas 2. Sekolah Sri Menganti yang semula juga Eerste Inlandse School berubah nama dengan Keputran School dengan menempati gedung di sebelah timur Pagelaran Kraton Yogyakarta. HIS swasta ternyata dapat menolong mereka yang ingin melanjutkan dan tidak tertampung di sekolah pemerintah.

  1. Hollandsch Chinesche School (HCS) adalah sekolah khusus bagi anak-anak Cina yang tidak mendapat tempat di sekolah pemerintah. Sekolah HCS pertama kali didirikan pemerintah Belanda di kampung Gandekan pada tahun 1912 (sekarang SMP Negeri 3 Yogyakarta). Ada empat buah sekolah HCS di Yogyakarta, yaitu HCS Gubernemen di Gandekan, HCS Zending Protestan di Gemblakan didirikan tahun 1917 (sekarang SMP Bopkri 1), HCS Nasional atau HCS Mayor Yap Hong Sing didirikan tahun 1921, dan HCS Katolik yang didirikan tahun 1934.
  2. Sekolah Kelas II diselenggarakan melalui beberapa tahap, yaitu:
    • Tahap pertama: 1901. Pada tahap ini pemerintah Hindia Belanda di Karesidenan Yogyakarta mulai memperbanyak Sekolah Kelas II bagi segala lapisan masyarakat tanpa melihat keturunan. Karena banyaknya murid maka kemudian didirikan dua sekolah lagi di kampung Margoyasan dan Jetis, yang merupakan pindahan dari sekolah di Pagelaran. Dengan demikian maka gedung sekolah kelas II yang tertua milik Hindia Belanda adalah Margoyasan atau sekolah no.1 yang berlokasi di utara Lembaga Pemasyarakatan. Sedangkan sekolah Kelas II Jetis disebut dengan sekolah no.2.
    • Tahap kedua: 1903. Mulai tahun 1903 Muhammadiyah menambah sekolah kelas II no.3 di Ngabean, no.4 di Pakualaman, no.5 di sebelah timur pintu gerbang Gading. Pada tahun 1906 sekolah-sekolah kelas II diperpanjang satu tahun sehingga sampai kelas 5.
    • Tahap ketiga: 1907.   Pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana VII di daerah Karesidenan Yogyakarta mulai muncul sekolah Kasultanan dan sekolah Pakualaman. Sekolah-sekolah tersebut berada di tiap kawedanan dan kapanewon di luar kota. Meskipun sekolah itu hanya sampai kelas 3 tapi merupakan tangga pertama bagi rakyat di luar kota untuk menambah pengetahuan.
    • Tahap keempat: 1919 dan seterusnya. Pada tahun 1919 s.d. 1942 sekolah kelas II di kota Yogyakarta berjumlah 13, belum termasuk yang berada di kabupaten-kabupaten. Tiap sekolah memiliki jumlah murid rata-rata 200 anak, terdiri dari lima kelas. Ke tiga belas sekolah tersebut adalah Margoyasan, Jetis. Ngabean, Pakualaman, Gading, Sosrowijayan. Tamansari,   Lempuyangan, Kintelan, Kranggan, Tegalpanggung, Timuran.
  1. Volkschool

Sekolah ini sering disebut Sekolah Rakyat atau Sekolah Desa secara resmi berdiri pada tahun 1907, kemudian mengalami perubahan dengan tujuan untuk memberi kesempatan lebih luas bagi mereka yang akan melanjutkan pelajaran.

  1. Vervolgschool

Sekolah-sekolah yang termasuk Kelas II dalam perkembangan selanjutnya ditambah menjadi 4 atau 5 tahun. Perpanjangan tersebut terlihat dengan perubahan Sekolah Kelas II dengan Vervolg. Sekolah Vervolg biasanya berjalan secara berdampingan dengan sekolah-sekolah desa, sedangkan sekolah-sekolah Bumi Putera kelas II tetap hidup terus.

  1. Schakelschool

Schakelschool dapat menampung murid-murid tamatan Vervolgschool. Bagi mereka yang pandai diberi kesempatan masuk sekolah ini. Schakelschool sederajat dengan HIS. Dari Vervolg yang lamanya 5 tahun itu setelah memasuki Schakelscool selama 4 tahun akan sejajar dengan tamatan HIS 7 tahun.

  1. Sekolah Dasar sejenis

Ada sekolah khusus putri di Jl. Serayu dan sekolah untuk anak-anak Ambon yang bernama Ambonsche Burgerschool.

 

PENDIDIKAN MENENGAH UMUM

  1. MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) merupakan sekolah kelanjutan HIS yang sejak jaman Jepang disebut SMP. MULO dibuka secara resmi pada tahun 1914. Bahkan sejak 1903 pada beberapa sekolah rendah Belanda dibuka kursus MULO dengan memberikan pelajaran lanjutan. Kursus ini sebagai kelanjutan sekolah rendah Belanda dan hanya dapat dikunjungi oleh anak-anak orang Belanda. Semula sekolah ini adalah dua tahun tapi kemudian diubah menjadi 3 tahun. Dengan perubahan dari kursus menjadi MULO pada tahun 1914 tersebut, sekolah ini lepas dari Sekolah Dasar Belanda dan berdiri sendiri. Reorganisasi ini membawa perubahan penting, yaitu:

a). Sekolah yang semula hanya untuk anak-anak Belanda saja, kemudian terbuka bagi anak-anak Indonesia yang telah tamat HIS

b). Kursus yang hanya merupakan sambungan dari sekolah rendah Belanda dan memberikan pengajaran akhir, kemudian tujuannya diubah yaitu menjadi bagian bawah sekolah kejuruan menengah dan menjadi bagian dari pengajaran menengah.

Di Yogyakarta MULO berlokasi di Ngupasan yang sekarang dipergunakan sebagai Kantor Kepolisian, lalu pindah ke Jl. Serayu.

Dalam perkembangannya, MULO yang ada tidak dapat menampung keinginan masyarakat untuk bersekolah, sehingga ada beberapa badan usaha swasta yang mendirikan MULO yaitu Muhammadiyah, Yayasan Netral, dan Chistelijk MULO (Katolik). Meski demikian, MULO hanya menerima mereka yang telah mendapat pelajaran bahasa Belanda.

2). Algemene Middlebare School  (AMS)

AMS merupakan sekolah yang lebih tinggi dari MULO. Pada jaman Jepang sekolah ini disebut Sekolah Menengah Tinggi yang sejak jaman kemerdekaan disebut Sekolah Menengah Atas. Jenjang ini harus dilalui mereka yang akan melanjutkan ke Perguruan Tinggi.

AMS dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

a). Bagian A : Ilmu Pengetahuan Kebudayaan, yang terdiri dari:

Kesusasteraan Timur dan Kesusasteraan Klasik Barat

b). Bagian B : Ilmu Pengetahuan Alam

Di Yogyakarta AMS bagian B didirikan pada tahun 1919 berlokasi di Jl. Yos Sudarso (sekarang SMAN3 Padmanaba)

 

PENDIDIKAN KEJURUAN

  • Sekolah Pertukangan adalah sekolah untuk mencetak tukang-tukang biasa dan tukang-tukang yang dapat mengisi jabatan rendah dan bertugas mengawasi mesin, menjadi montir, masinis, dsb. Saat itu bertepatan dengan berdirinya pabrik gula a.l di Beran, Sewugalur, dan Gesikan-Bantul. Sekolah Pertukangan berada di Lempuyangan.
  • Sekolah Teknik ikut pula berkembang sebab pada awal abad-20 perusahaan-perusahaan teknik diperluas. Di Yogyakarta berdiri Prinses Yuliana School yang berlokasi di Jetis (sekarang SMK 2 dan 3).
  • Sekolah Dagang (Handelschool) bertujuan untuk memenuhi perusahaan-perusahaan Eropa yang berkembang pesat. Di Yogyakarta bernama Djokjasche Handel School di Jetis dan Nationale Handel School (NHS) di Bintaran.
  • Sekolah Kejuruan Wanita (Maisjes Vakschool) di Yogyakarta terdapat di Jl. Serayu.
  • Sekolah Guru (Kweekschool, Noormalschool)

Lembaga pendidikan keguruan ini merupakan yang tertua dan sudah ada sejak permulaan abad-19. Mula-mula sekolah ini didirikan oleh kalangan Zending dan Missie berupa kursus-kursus. Sekolah Guru Negeri yang tertua didirikan di Yogyakarta dibuka tanggal 7 April 1897 yang semula bernama Kweekschool voor Inlandsche Onderwijzer, atau terkenal dengan nama Sekolah Raja. Kweekschool di Yogyakarta yang sberada di Jetis adalah pindahan dari Cilacap. Sebelum itu pemerintah telah menyelenggarakan kursus-kursus yang diberi nama Normaal Cursus yang dipersiapkan untuk menghasilkan guru-guru Sekolah Desa.

Pada abad-20 sejalan dengan perkembangan dan kemajuan di bidang pendidikan, pendidikan guru juga mengalami perubahan dan akhirnya terdapat tiga macam, yaitu:

a). Normaalschool atau Sekolah Guru dengan masa pendidikan empat tahun yang menerima lulusan Sekolah Dasar lima tahun, berbahasa pengantar bahasa daerah

b). Kweekschool, Sekolah Guru empat tahun yang menerima lulusan sekolah dasar berbahasa pengantar bahasa Belanda

c). Hollands Inlandse Kweekschool adalahSekolah Guru enam tahun berbahasa pengantar Belanda dan bertujuan menghasilkan guru-guru HIS/HCS

 

(Kontributor : Titi Handayani, 2020)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *