Jogja Heritage Society
Jogja Heritage Society (JHS) didirikan pada tanggal 1 Mei 1998 sebagai salah satu komunitas budaya yang berkedudukan di Daerah Istimewa Yogyakarta. JHS berkomitmen untuk menyebarluaskan pemahaman mengenai pentingnya pelestarian alam, budaya, dan saujana serta pentingnya pembangunan berkelanjutan yang dilakukan melaui berbagai kegiatan seperti Pelestarian Seni Kampung di Kotagede (1998, World Bank), Heritage Week (2000), serta Festival Anak dan Pusaka Jogja (2002).
sebagai organisasi non-pemerintah yang berbasis sukarela, JHS memiliki sumber dana dari kegiatan yang didanai oleh lembaga donor (lembaga lokal/international dan pemerintah/non-pemerintah).
Inventarisasi dan dokumentasi adalah kegiatan yang sangat penting dalam mengawali upaya pelestarian, antara lain seperti yang dilakukan melalui kajian pelestarian kawasan kampung Gamelan (PU, 2003). Kegiatan ini dilanjutkan dengan penyusunan design guidelines untuk pelestarian bangunan dan lingkungan kampung Gamelan sebagai salah satu kegiatan dalam rangka kerjasama Pemkot Yogyakarta dengan City of Savannah, AS (2006). Kegiatan sejenis juga dilakukan dalam penyusunan manual pelestarian bangunan dan lingkungan di Ketandan (Bappeda Kota Yogyakarta, 2006) dan Kotagede (Unesco, 2007)
Pelestarian fisik bangunan dilakukan melalui pekerjaan Rehabilitasi dan Reaktivasi Area Umbul Bina-ngun, Tamansari, Yogyakarta (WMF, 2004), Rekonstruksi Bangunan Pendapa di Kotagede (Pemerintah Belanda, 2006), dan Rehabilitasi Benteng Baluwerti, Kraton, Yogyakarta (The Prince Claus Funds, Netherlands, 2007). Sedangkan upaya pelestarian intangible heritage, seperti batik dan kerajinan perak dan tembaga juga dilakukan sebagai bagian dari pengembangan kesejahteraan masyarakat. Kegiatan ini dilakukan dalam program kemitraan pemerintah Indonesia dan Australia pasca gempa 2006 di Imogiri, Bantul dan di Gunung Kidul. Kegiatan inventarisasi tentang kawasan pusaka telah dilakukan, antara lain disajikan dalam buku Rumah Pusaka Kotagede (JRF-Rekompak 2011).
-Titi Handayani