Close

Mulainya Tonarigumi

Mulainya Tonarigumi

Tulisan ini mengenai terbentuknya tonarigumi beserta azachoukai yang sekarang dikenal sebagai Rukun Tetangga dan Rukun Warga berdasarkan tulisan Kobayashi Kazuo.

 

LATAR BELAKANG TONARIGUMI

Dalam pemerintahan Militer Jepang di Indonesia, gubernur tingkat provinsi dan daerah istimewa dikepalai oleh orang Jepang, kemudian jabatan-jabatan di bawahnya dipegang oleh pribumi dengan mengadaptasi bentuk pemerintahan pada masa kolonial Belanda.

Awalnya, Militer Jepang menjalankan pemerintahannya di Indonesia dengan struktur tersebut. Akan tetapi, semakin bertambah dan meluasnya cakupan tugasnya, fungsi pemerintahan pun semakin sulit untuk dijalankan (Kurasawa, 1992 via Kobayashi). Maka, tonarigumi dibentuk untuk memperlancar kinerja pekerjaan pemerintahan ditingkat di bawah desa dan kelurahan.

 

Tabel 1  Perbandingan Struktur Pemerintahan Masa Belanda dan Jepang

Masa Pendudukan Belanda Masa Pendudukan Jepang
Bentuk Pemerintahan Kepala Bentuk Pemerintahan Kepala
regentschaap regent
patih
kabupaten bupati
district wedana kecamatan camat
onderdistrict asisten wedana desa kepala desa

Sumber : Kurasawa[i] (1992)“Nihon Senryou-ka Jawa Nouson no Henyou.” hlm. 84

RINPO SOSHIKI SEIBI YOUKOU

Pada tanggal 1 Januari 1944, Militer Jepang mengeluarkan “Asas-asas untuk Menyempurnakan Rukun Tetangga (Rinpo Soshiki Seibi Youkou)” pada dokumen Chiseihi no. 1.515 “Pemberitahuan Mengenai Penyempurnaan Rukun Tetangga.” Kemudian pada tanggal 11 Januari 1944, diumumkan pada seluruh Jawa bahwa akan dibentuk suatu organisasi ketetanggaan (Pada tanggal 8 pun diumumkan untuk pribumi dengan judul “Pongoemoeman Gunseikanbu Tentang Hal Menjempoernakan Soesoenan Roekoen Tetangga”).

Asas-asas ini terdiri dari 6 asas yaitu “Tujuan,”“Organisasi,”“Pekerjaan,”“Biaya,”“Hubungannya dengan Organisasi Serupa,” dan “Hubungannya dengan Organisasi Pengawas Tingkat Atas”

 

Tujuan dari Tonarigumi

  1. Merealisasikan organisasi kontrol ekonom ataupun bela tanah air yang dapat dipraktekkan.
  2. Sebagai organisasi daerah tingkat bawah yang berada di bawah naungannya, berusaha menerima kekuasaan Militer Jepang.
  3. Mendorong untuk melaksanakan tugas dari Militer Jepang oleh interorganisasi ataupun dengan tonarigumi daerah lain berdasarkan jiwa gotong royong yang telah ada dari Jawa zaman terdahulu.

 

AKTIVITAS DAN TUJUAN TONARIGUMI

Organisasi tonarigumi di Jawa terdiri dari tonarigumi (rukun tetangga) dan azajoukai (rukun kampung). Dalam 1 desa, 1 tonarigumi terdiri dari 10-20 kepala keluarga. Kepala tonarigumi (kumicho) dipilih dari anggota tonarigumi yang paling terpercaya dan berkemapuan, kemudian dicalonkan oleh tonarigumi tersebut dan diangkat oleh kepala desa[ii]. Kemudian, tonarigumi melakukan pertemuan rutin lebih dari 1 kali dalam sebulan untuk menyampaikan perintah ataupun mendiskusikan permasalahan dalam tonarigumi. Untuk menyatukan pertemuan tonarigumi ini, dibentuk azajoukai yang kemudian menjadi organisasi setingkat di atas tonarigumi. Azajoukai terdiri kepala aza (kampung), kepala tonarigumi, ataupun beberapa tokoh penting dari kampung tersebut, kemudian melakukan pertemuan lebih dari 1 bulan sekali.

 

Kemudian, aktivitas dan tujuan tonarigumi adalah sebagai berikut:

  1. Aktivitas bela tanah air seperti pertahan udara, penanggulangan kebakaran, penanggulangan mata-mata, ataupun penanggulangan kriminal, yang kemudian bekerja sama dengan keiboudan[iii].
  2. Penyampaian perintah yang cepat seperti dekrit, pemberitahuan, arahan, dan sebagainya.
  3. Pengumpulan hasil pertanian, pembagian ransum, dan pembatasan konsumsi.
  4. Membantu ataupun melayani Militer Jepang.

 

 

PEMBENTUKAN TONARIGUMI DI BERBAGAI WILAYAH

Pengumuman resmi pembentukan tonnarigumi pada seluruh Jawa dilakukan melalui “Rinpo Soshiki Seibi Youkou,” pada Januari 1944. Akan tetapi, sebelumnya telah dibentuk beberapa tonarigumi di beberapa daerah di Jawa. Seperti misalnya Bandung[iv], Jawa Barat, telah dibentuk tonarigumi pada tanggal 9 Maret 1943[v]. Pada akhir Agustus 1943 di Surabaya, Jawa Timur, untuk memperkuat pertahanan udara, telah dibentuk tonarigumi penanggulangan kebakaran yang terdiri dari 20 kepala keluarga, Pekalongan mendapatkan perintah pembentukan tonarigumi pada 1 Desember 1943, begitu pula Kedu pada tanggal 5 Desember 1943.

Sedangkan Yogyakarta termasuk wilayah yang paling lambat pelaksanaan resmi tonarigumi-azajoukai di Jawa, yaitu pada Juni 1944. Karenanya diperkirakan persiapan pelaksanaan tonarigumi belum semaju wilayah-wilayah yang lain.

 

Tabel 2 Jumlah Tonarigumi dan Azajoukai pada Masa Penjajahan Jepang (dikutip bagian Yogyakarta saja)

Provinsi Desa Tonarigumi Azajoukai Kepala Keluarga Populasi
Yogyakarta 815 1.039 1.039 355.595 1.847.245

Sumber tabel : “Asia Raya” 20 Juni 1944

 

 

TONARIGUMI SETELAH KEMERDEKAAN

Setelah kemerdekaan, sistem tonarigumi berlanjut dengan nama Rukun Tetangga, sebagaimana sebutan tonarigumi sebelumnya dalam Bahasa Indonesia, sedangkan azajoukai diteruskan dengan nama Rukun Kampung. Kemudian pada tahun 1966, sistem tersebut ditetapkan secara hukum di Jakarta dengan nama Rukun Tetangga dan Rukun Warga, kemudian diikuti seluruh wilayah Indoneisa pada tahun 1983.

Menurut Suwarno, pada November 1945 Yogyakarta, Jawa Tengah, sultan memrintahkan untuk mengubah nama tonarigumi dan azajoukaimenjadi Rukun Tetangga dan Rukun Kampung, kemudian memerintahkan untuk membentuk organisasi sosial yang terdiri dari 6 divisi yaitu ekonomi, sosial, penanggulangan kriminal, administrasi, kewanitaan, dan remaja, serta memilih calon anggota divisi pelaksana baru (Suwarno, 1995:15[vi] via Kobayashi). Perubahan secara resmi sebutan RT-RK[vii] menjadi RT-RW di Yogyakarta pun baru dilakukan pada tahun 1989[viii], yaitu 6 tahun setelah penetapan pembentukan RT-RW di seluruh wilayah Indonesia pada tahun 1983 yang ditetapkan oleh Kementerian Dalam Negeri.

 

 

[i] Kurasawa, Aiko. 1992. Nihon Senryou-ka Jawa Nouson no Henyou. Tokyo : Soushisha.

[ii] dari “Djawa Baroe” No.3 1944

[iii] Organisasi keamanan yang dibentuk pada 29 April 1943 dalam pengawasan kepolisian. Dibentuk pada setiap desa dengan kepala desa sebagai pemimpinnya.

[iv] Saat itu disebut Priangan.

[v] “Asia Raya” 9 Maret 1944

[vi] Suwarno, P.J.1995.“Dari Azazyookai dan Tonarigumike Rukun Kampung dan Rukun Tetangga di Yogyakarta(l942-1989)” Yogyakarta : Penerbitan Universitas Sanata Dharma.

[vii] Bersamaan dengan perubahan penyebutan, perubahan wilayah pun dilakukan, sehingga 165 RK menjadi 615 RW dan 2.515 RT.

[viii] Berdasarkan “’Instruksi Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II NO.023/INST/l988 tentang Pembentukan RT dan RW di Kotamadya Daerah Tingkat II dan Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Yogyakarta Nomor 33/KD/1989tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas RT dan RW”

 

 

Disarikan dan diterjemahkan oleh Wigardha Prabantara dari tulisan Kobayashi, Kazuo. 2000. “The Origin of Indonesia’s Neighborhood Association, RT and RW: The Legislation of Tonarigumi and Azazyookai under Japanese Occupation in Java” dalam Comprehensive Urban Studies, No.71. (hlm. 175-192) Tokyo : Tokyo Metropositan University.

(https://tokyo-metro-u.repo.nii.ac.jp/?action=pages_view_main&active_action=repository_view_main_item_detail&item_id=5756&item_no=1&page_id=30&block_id=164 )

 

 

(Kontributor Penulis : Wigardha Prabantara , 2020)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *