JOGJA KOTA BATIK DUNIA
Pada dasarnya kualitas karya tradisi batik tidak dapat dipisahkan dari kualitas ruang alam dan budaya yang melingkupinya. Wilayah Yogyakarta memiliki kesejarahan yang panjang. Alam dan budayanya sarat keistimewaan, berpengaruh atas perwujudantumbuh kembang karya-karya istimewa seni budaya masyarakatnya, termasuk karya tradisi batik yang luar biasa.
PENGAKUAN DUNIA UNTUK BATIK
Tahun 2009, Batik Indonesia dinyatakan oleh UNESCO sebagaiMasterpieces of Oral and Intangible Heritage of Humanity.Batik memenuhi 3 dari 5 kriteria UNESCO, yaitu:
1) Tradisi oral dalam regenerasi
Cara penyampaian pengetahuan & keterampilan dari para leluhur, dari guru ke murid & orang tua ke anak-anaknya, dari generasi ke generasi sepanjang peradaban tanah Jawa dan menyebar ke deerah-daerah lain di Indonesia
2) Praktek sosial & ritual
– Batik Daur Hidup Manusia mulai lahir hingga meninggal
– Beberapa daerah memiliki aturan dalam menggunakannya,
– Batik untuk seni pertunjukkan. Citra batik dipilih sesuai peran dan bentuk pertunjukkannya.
3) Kerajinan tradisional
Batik merupakan kerajinan tangan dengan menggunakan malam melakukan proses rintang warna secara tulis dan cap, dengan tahap-tahap:
- Menggambar pola,
- Ngelowong, melekatkan malam pada kain
- Nyelup, mewarnai kain batik dengan mencelup dengan media pewarna
- Nembok, menutup sebagian motif yang sudah diwarnai dengan malam
- Ngelorod melepaskan malam pada kain batik
JOGJA SEBAGAI KOTA BATIK DUNIA
Pada tanggal 18 Oktober 2014, Dewan Kerajinan Dunia (World Craft Council) menetapkan Yogyakarta sebagai Kota Batik Dunia. Penetapan tersebut dilaksanakan dalam Perayaan 50 tahun Dewan Kerajinan Dunia di Kota Donyang, Provinsi Zhejiang, Tiongkok 18-23 Oktober 2014. Sebelum penetapan, tim penilai dari Dewan Kerajinan Dunia telah berkunjung ke Yogyakarta untuk melihat dan menilai langsung perkembangan batik dan hubungannya dengan kota dan sentra-sentra batik yang ada.
Yogyakarta memenuhi 7 kriteria keunggulan untukditetapkan sebagai Kota Batik Dunia, yaitu:
- Nilai Sejarah
- Nilai Keaslian
- Nilai Pelestarian
- Nilai Ekonomi
- Nilai Ramah Lingkungan
- Nilai Global
- Nilai Keberlanjutan
Jejaring kota-kota kerajinan dunia dibangun oleh Dewan Kerajinan Dunia dalam kerangka kreatif ekonomi dan menjawab kepedulian yang meningkat dari pemerintah lokal, pengrajin dan masyarakat terhadap perkembangan budaya, sosial dan ekonomi. Melalui jejaring yang inovatif dan unik ini, Dewan Kerajinan Dunia berharap agar dapat:
- Mengangkat, dalam tingkat dunia, reputasi dan aset kota kreatif dalam suatu kerajinan yang spesifik, misalnya kerajinan kayu, tenun, gerabah, dll;
- Menguatkan potensi lokal untuk inovasi dan pengembangan pariwisata kreatif;
- Memasarkan pertukaran pengetahuan, pengalaman dan pelajaran-pelajaran berharga dalam bidang kerajinan yang beragam, baik di tingkat nasional, wilayah maupun international;
- Menciptakan kreasi peluang-peluang baru untuk kerjasama dan kemitraan antara kota-kota kerajinan dunia.
TANGGUNG JAWAB TERHADAP PENGAKUAN DAN PENETAPAN JOGJA SEBAGAI KOTA BATIK DUNIA
Dasar Pertimbangan:
- Menjadi satu-satunya kota di dunia yang ditetapkan sebagai Kota Batik Dunia, merupakan, di satu sisi, kesempatan emas bagi Yogyakarta dalam melestarikan termasuk mengembangkan aset lokal batik dari setiap kriteria nilai keunggulan, di sisi lain tanggung jawab yang besar dalam pelestarian batik Yogyakarta. Mempertahankan dan secara berkelanjutan melestarikan serta mengembangkannya dengan tepat pada dasarnya lebih sulit dari pada saat menominasikan hingga memperoleh penetapan. Dan pelestarian pusaka adalah pengelolaan perubahan (Ashword, 1991). Untuk itu itu diperlukan langkah-langkah pengelolaan perubahan yang komprehensif, holistik, namun tepat sasaran serta pelaku yang mumpuni, masyarakat, pemerintah maupun swasta dan akademisi. Siapapun memiliki hak dan perlu berkontribusi.
- Di lingkup global, banyak peluang serta tantangan yang sebenarnya mendukung keberlajutan Jogja sebagai Kota Batik Dunia, di antaranya:
.. Sustainable Development Goals yang telah dicanangkan PBB tahun 2015 agar bisa dicapai tahun 2030
.. Masa depan adalah kerajinan tangan dan kembali ke alam, sebagaimana dikampanyekan oleh International Folk Art Market di Santa Fe. Sebuah pasar seni rakyat terbesar di dunia, yang diselenggarakan bulan Juni setiap tahunnya.
- Secara umum beberapa hal yang sudah ditindak lanjuti adalah:
- Pemda DIY menyatakan, yang dimaksud Kota Batik Dunia tidak hanya Kota Yogyakarta saja tetapi seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta. Karena masing-masing kota dan kabupaten di DIY memiliki keragaman batik yang spesifik.
- Sejak tahun 2016 telah dilangsungkan Jogja Internationnal Batik Biennale (JIBB) 2016 dan 2018. Setiap 2 tahun sekali JIBB diselenggarakan dengan mengetengahkan symposium batik, pameran dan bazar batik, workshop batik dan kunjungan ke museum dan sentra-sentra batik.
- Promosi Jogja Kota Batik Dunia diselenggarakan baik secara nasional maupun internasional seperti:
- Road show JIBB 2018 ke Lasem, Jawa Timur, dan Cirebon
- Mengikuti Trade Expo 2018 yang diselenggarakan oleh Kementrian Perdagangan di Jakarta
- Mengikuti Festival Indonesia 2019 di Lisbon, Portugal
- Secara lebih khusus, masing-masing dari 7 kriteria keunggulan nilai Jogja Kota Batik Dunia harus diperkuat, dilestarikan dan dikembangkan seperti berikut:
NILAI SEJARAH(Historical Value)
Yogyakarta sebagai sebuah kerajaan yang kemudian menjadi bagian dari Republik Indonesia memiliki sejarah panjang dan mengakar baik dalam suatu ruang kehidupan maupun peradabannya, termasuk mahakarya tradisi dan lisan yang terwujud dalam batik. Perjalanan sejarah Batik Yogyakarta tidak terlepaskan dari sejarah wilayahnya yang memiliki peran penting dalam mempengaruhi tumbuh kembang Batik. Perjalanannya dapat dicermati dalam “Sejarah Batik Yogyakarta dalam Rute Jaringan Intelektual Batik Jawa”, baik secara sinkronik maupun diakronik.
Ke depan perlu mempromosikan lebih banyak eksplorasi tentang sejarah batik klasik, terutama melalui Teks Jawa Kuno, Abad Pertengahan dan Klasik, termasuk keterkaitan dengan lingkungan alamdan budaya (Rekomendasi JIBB 2016)
NILAI KEASLIAN(Authenticity Value)
Yogyakarta menjaga keaslian batik yang sarat kearifan lokal ditunjukkan dalam tradisi dan budaya pembatikan maupun penggunaannya. Pembatikan dilakukan melalui proses Rintang Warna dengan “malam” secara tulis menggunakan canting dan cap, serta dipakai dalam Daur Hidup Manusia Jawa maupun dalam seni pertunjukkan. Motif-motif yang diwujudkan memiliki arti dan simbol-simbol kehidupan yang mulia. Yogyakarta terus berproses agar keaslian batik tetap terjaga.
NILAI PELESTARIAN (Conservation Value)
Pembatikan diwariskan dan dikerjakan dari generasi ke generasi (trans generation) dengan tetap menggunakan proses Rintang Warna dengan “malam” secara tulis maupun cap. Pelestarian batik di Yogyakarta tidak hanya dalam bentuk tradisi kain jarik atau selendang, namun telah bertransformasi secara inovatif dan kreatif menjadi beragam pengembangan dan manfaat, media maupun tampilan kontemporer. Di antaranya beragam rancangan pakaian batik, tas batik dan aneka bentuk perhiasan batik, interior batik, batik dengan media kayu, gitar batik, lukisan batik hingga instalasi batik. Yogyakarta memiliki ribuan perancang, seniman dan pengrajin serta pencelup batik yang inovatif dan kreatif namun tetap melestarikan proses pembatikan rintang warna batik secara tulis atau cap. Inovasi tetap berdasar tradisi.
NILAI EKONOMI(Economic Value)
Desa-desa di Yogyakarta yang kemudian menjadi sentra-sentra batik banyak yang telah berabad-abad keberadaannya. Sementara pasar-pasar tradisional yang tersebar di kota maupun desa di Yogyakarta pasti memiliki area untuk penjualan batik. Demikian pula sebaran toko batik telah mewarnai denyut perdagangan dan industri rumah tangga di Yogyakarta. Selain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sendiri, batik memang telah menjadi cinderamata utama bagi wisatawan. Kesemuanya itu menjadi indikator tingginya nilai ekonomi batik Yogyakarta.
NILAI RAMAH LINGKUNGAN(Environmental Friendly Value)
Seperti halnya berbagai wastra nusantara lainnya, pada awalnya semua wastra menggunakan pewarna alam dari tumbuh-tumbuhan. Namun sejak William Henry Perkin menemukan pewarna kimia tahun 1856, berangsur-angsur pewarna alam mulai ditinggalkan. Namun pewarna sintetis ini banyak menimbulkan dampak negatif baik bagi pengguna maupun lingkungan pembuangan limbah pewarna sintetis. Untuk mengatasi dampak negatif dan kembali ke kearifan lokal, di Yogyakarta sejak 2 dekade terakhir, pewarna alam seperti indigo/nila/tarum/tom, mahoni, tingi, jelawe, duwet, dll., mulai digunakan lagi. Gerakan kembali ke batik pewarna alam terus ditumbuh kembangkan. Dan Yogyakarta memiliki produksi batik pewarna alam yang terbesar di Indonesia bahkan dunia.
NILAI GLOBAL(Global Value)
Pusaka ruang alam dan budaya yang istimewa di Yogyakarta merupakan aset langka dunia. Kerajaan di Jawa yang masih tumbuh dan berkembang tinggal 4 buah, dan 2 buah berada di Yogyakarta yaitu Kasultanan Yogyakarta dan Puro Pakualaman. Sejak lama kerajaan-kerajaan ini, termasuk karya tradisi batiknya, telah menarik pihak penulis dunia untuk mempublikasinya secara internasional. Tidak kalah menarik pula batik-batik hasil dari desa-desa terus menjadi sumber tulisan pihak-pihak internasional. Reputasi internasional batik Yogyakarta memang telah dirasakan sejak lama. Dan kini pelestarian batik di Yogyakarta semakin berkembang, terutama agar terus ke 7 keunggulan Pembatikan di Yogyakarta terus terjaga. Serta kemampuan yang semakin meningkat dalam menerobos pasar-pasar tradisi maupun modern dunia yang berkelas dan berbagai agenda pameran kebudayaan maupun perdagangan dunia lainnya.
Simposium Jogja International Batik Bienalle 2016 merekomendasikan untuk mengembangkan kerja sama antar negara-negara yang memiliki budaya batik agar bersama-sama mengembangkan kekuatan kualitas batik, mengembangkan bisnis tanpa mengabaikan proses batik yang ditulis dengan tangan maupun batik cap.
NILAI KEBERLANJUTAN(Sustainability Value)
Penerusan keahlian pembatikan di Yogyakarta secara tradisi dilakukan di rumah masing-masing. Di mana anak langsung melihat dan belajar dari orang tuanya bagaimana membatik. Proses ini masih berlangsung hingga sekarang di desa-desa. Meskipun demikian banyak pula pendidikan baik formal di sekolah maupun informal melalui pelatihan-pelatihan pembatikan terus dikembangkan di berbagai tempat. Keberlanjutan batik di Yogyakarta juga ditunjukkan dengan banyaknya agenda-agenda pameran, peragaan busana batik, seminar dan lokakarya batik, serta gerakan kembali ke batik warna alam yang diselenggarakan oleh berbagai pihak, baik berskala lokal, nasional maupun internasional. Untuk keberlanjutan tradisi pembatikan yang sarat kearifan lokal ini memang membutuhkan agen-agen keberlanjutan yang teguh melestarikan batik namun inovatif dan kreatif.
Meneguhkan pembatikan dengan penguatan batik tulis dan cap serta kembali ke pewarna alam yang akan melibatkan banyak masyarakat pengrajin, petani pewarna awal, pencelup serta masyarakat profesional, merupakan jembatan emas untuk mencapai Sustainable Developmen Goals 2030, yang ditunjukkan dengan eksistensi manusia yang saling bermitra dalam mencapaikesejahteraan, serta hidup di lingkungan yang ramah dan damai.
(Ditulis ulang dari tulisan Laretna T. Adishakti yang disampaikan dalam Seminar Batik Nusantara, dalam rangka Dien Natalis ke 70 dan Lustrum ke 14 Universitas Gadjah Mada, diselenggarakan oleh Dharma Wanita Persatuan UGM, 9 Desember 2019)