Close

Museum Sonobudoyo

Museum Sonobudoyo

PERESMIAN MUSEUM SONOBUDOYO

Terletak di Jl. Pangurakan No.6, Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, Museum Sonobudoyo di bawah Yayasan Java Instituut sebagai hasil konggres Java Insituut di Surakarta tahun 1931 telah resmi dibuka oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VIII pada tanggal 6 November 1935 dengan pidato pengantar Prof. dr.Hoesein Djajadiningrat (De Locomotief, Rabu 6 November 1935 yang bisa diakses di https://resolver.kb.nl/resolve?urn=MMKB23:001753011:mpeg21:pdf ).

Peresmian dan Pembukaan Museum Sonobudoyo Yogyakarta oleh Sri Sultan HB VIII

(sumber : KITLV Collection, diunduh tahun 2020 dengan akses https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/view/item/722394 )

 

   

Sri Sultan Hamengku Buwono VIII dengan program acara pembukaan Museum Sonobudoyo beserta Prof. dr.Hoesein Djajadiningrat (sumber : koran De Telegraaf 6 November 1935; De Locomotief 4 November 1935 dan De Locomotief 6 November 1935)

Seperti tertuang dalam berita yang beredar saat itu, tujuan pembangunan museum tidak hanya untuk memuat koleksi budaya Jawa, namun juga termasuk koleksi dari berbagai wilayah antara lain Sunda, Madura termasuk Bali.  Oleh karena itu, terlihat pada bagian tertentu dari kompleks ini menggunakan gaya arsitektur Bali.

Koleksi foto pembangunan yang bisa diakses di koleksi digital-nya Universitas Leiden (salah satu diantaranya https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/view/item/726776) menunjukkan betapa museum Sono Budoyo dianggap penting pada saat itu dengan dukungan beberapa media cetak yang saat itu berlomba-lomba memberitakan tentang rencana pembukaan museum serta kegiatan pembukaan yang dilakukan oleh HB VIII.  Koran berbahasa Belanda yang sangat lengkap memberitakan pembukaan museum dengan 2/3 halamannya adalah koran De Locomotief, Rabu 6 November 1935, bisa diakses di https://resolver.kb.nl/resolve?urn=MMKB23:001753011:mpeg21:pdf.  Tidak hanya koran berbahasa Belanda yang saat itu memang sangat umum memberitakan peristiwa yang terjadi di tanah Yogyakarta, namun juga yang bertajuk The Straits Times tertanggal 19 November 1935. Termasuk berita rencana pembukaan museum yang sudah diberitakan koran tersebut pada tanggal 4 September 1935 serta beberapa koran berbahasa Belanda.  Namun sayangnya sampai tulisan ini dibuat, belum diketemukan koran/artikel berbahasa Indonesia ataupun melayu.

 

 

ARSITEKTUR DESAIN MUSEUM SONOBUDOYO

Jika menilik dari desain yang termuat dalam Site Plan Museum Sonobudoyo tahun 1935 dan fasad pengembangan desain yang tertulis tahun 1938 dengan Vistarini sebagai arsiteknya, Museum Sonobudoyo mengawali desainnya dengan menghargai Kraton sebagai bangunan utama di kawasan tersebut.  Walaupun tujuan dari museum ini sebagai tempat mengkoleksi berbagai budaya yang ada di Jawa, Bali dan Madura, namun desainnya tetap terfokus pada bentuk atap lokal dan pendopo sebagai awal bangunan.

Meskipun tidak terdapat kesimetrisan pada desain, namun dengan adanya pintu utama yang terhubung dengan tembok pembatas yang juga menonjolkan pintu utama yang satu garis dengan pondopo dan bangunan Utara pendopo, bangunan terlihat seimbang antara kanan dan kiri. Apalagi kondisi tersebut diimbangi dengan pagar pembatas dengan kesimetrisannya. Demikian juga adanya ruang terbuka di samping kiri-kanan pendopo semakin memperkuat peran utama pendopo sebagai pusat aktivitas.

 

 

KONSEP DESAIN MUSEUM SONOBODOYO

 Prinsip-prinsip desain yang terdapat di kompleks Museum Sonobudoyo adalah sebagai berikut :

  1. Memanfaatkan seluruh luas lahan yang ada untuk kegiatan museum
  2. Memakai lahan bagian depan untuk kegiatan umum dan kegiatan utama museum, yaitu menyimpan dan memamerkan barang koleksi, serta kegiatan pengelolaan museum. Lahan bagian tengah dipakai untuk kegiatan yang bersifat lebih privat, dan lahan bagian belakang dimanfaatkan untuk kegiatan servis atau penunjang.
  3. Museum memiliki dua akses utama, yakni dari Jalan Trikora di sebelah Timur dan Selatan.
  4. Bangunan museum tidak hanya untuk kegiatan pameran benda-benda koleksi, tetapi juga untuk kegiatan-kegiatan lain yang bersifat publik/umum.
  5. Jumlah dan jenis bangunan sesuai dengan fungsi dan kegiatan yang diwadahi.
  6. Arsitektur tradisional Jawa diterapkan pada desain bentuk bangunan museum, dengan sentuhan arsitektur kolonial.
  7. Sentuhan arsitektur tradisional Bali dipakai untuk menunjukkan bahwa museum mewadahi benda-benda koleksi dari daerah lain selain Yogyakarta
  8. Adanya pemisahan fungsi dan bangunan, yaitu antara fungsi dan bangunan pamer dengan fungsi dan bangunan pengelolaan museum.
  9. Secara visual bangunan museum dapat diamati dari luar dan menjadi pusat perhatian pada lingkungan sekitar

(lebih lanjut tentang zoning, tata masa bangunan dan konsep ruang terbukanya, bisa dibaca pada hasil Kajian Teknis Arsitektural Bangunan Museum Sonobudoyo yang dilakukan oleh Tim JHS pada tahun 2013).

 

 

POSISI MUSEUM SONOBODOYO DALAM TATA RUANG KOTA YOGYAKARTA

 Museum Sonobudoyo yang berarsitektur tradisional Jawa seakan menjadi bangunan pengantar untuk memasuki kawasan Kraton Kasultanan Yogyakarta.  Sementara bangunan-bangunan di bagian Selatannya sudah didominasi oleh arsitektur kolonial.  Berhadapan dengan Alun Alun sebagai ruang terbuka yang sakral dengan kraton yang sangat dihormati, menjadikan Museum Sonobudoyo harus bisa menyatu dengan bentukan kraton dan bangunan-bangunan di sekeliling kraton.

 

 

(Kontributor Penulis : Wahyu Utami, 2020)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *