Close

Dalem Pangeran

Yogyakarta merupakan salah satu kota yang terbentuk dari political power atau lebih dikenal dengan Kasultanan. Seperti halnya kota kerajaan lainnya, yang menjadi pusat kota adalah Kraton. Secara keseluruhan pembentuk struktur kota adalah Kraton, masjid, pasar dan alun-alun. Kraton dan tiga elemen lainnya (masjid, pasar dan alun-alun) disebut sebagai catur gotro tunggal (Ikaputra, 1995 : 23).

 

Pembentuk struktur kota Yogyakarta, selain catur gotro tunggal, juga diperkuat adanya keberadaan Dalem Pangeran. Dalem Pangeran adalah tempat tinggal Priyayi Luhur, yaitu; pangeran atau keluarga kerajaan atau para pejabat kerajaan. Dalem Pangeran adalah representasi Arsitektur Tradisional Jawa, dimana keberadaannya berbeda dengan bangunan sekitarnya (Ikaputra, 1995 : 41). Setiap Dalem Pangeran mempunyai nama, sesuai dari Pangeran atau Pejabat Kerajaan yang menempati. Contohnya: Dalem Kaneman, berarti yang menempati adalah BRAy Ratu Anom, Dalem Komandaman, berati yang menempati adalah Pejabat yang mempunyai posisi sebagai Komendan. Priyayi Luhur yang menempati Dalem Pangeran dapat berganti-ganti.  Dalem Pangeran dapat dipindah tangankan pemakainya sesuai kehendak Sultan. Dengan demikian sebuah Dalem Pangeran bissa berganti-ganti nama hingga beberapa kali (Handoyotomo, 1996 : 4-2).

 

Keberadaan Dalem Pangeran di tengah-tengah perkampungan, memberikan makna tersendiri bagi kampung tersebut, baik secara fisik dan non fisik. Secara fisik, keberadaan Dalem Pangeran menggambarkan representasi dari Kraton. Dilihat dari bangunannya Dalem Pangeran merupakan miniature dari Kraton. Komplek Dalem menjadi penanda atau landmark bagi permukiman sekitarnya.  Selain itu kampung dimana Dalem Pangeran berada mempunyai toponim sesuai nama dari Pangeran yang menempati dalem tersebut. Sedangkan makna non fisik keberadaan dari Dalem Pangeran, adalah tempat dimana rakyat mengabdi dan ngalap berkah.

 

Abdi dalem biasanya mengabdikan dirinya untuk keluarga bangsawan mencari berkah, dan bagi magang priyayi dengan melayani keluarga priyayi secara langsung, maka akan semakin akrab dengan cara hidup aristokrat. Ikaputra juga menjelaskan bahwa Dalem Pangeran ini tempat bagi seseorang yang melakukan suwito/ngenger atau hanya untuk menjadi abdi dalem. Dan merupakan “lembaga tradisional” yang mengajarkan “bagaimana hidup” di kota kerajaan dan juga menyediakan tempat tinggal bagi penduduk desa yang bermigrasi ke kota kerajaan/feodal perkotaan (untk menjadi abdi dalem atau suwito/ngenger). Dalem juga digunakan untuk memainkan peran sebagai media / tautan di mana seseorang bermigrasi dari asalnya di daerah pedesaan sebagai orang biasa untuk niatnya menemukan “status sosial yang lebih baik” di kota kerajaan/feodal perkotaan (Ikaputra, 1995 : 92).

 

Morfologi Elemen-elemen Dalem Pangeran

Dalem Pangeran  dapat dikatakan suatu karya arsitektur yang sudah terencana, karena sudah mencakup di dalamnya konsep-konsep penataan lingkungan, bangunan, dan tata ruang yang baku. Dalem Pangeran juga merupakan tipologi struktur tata kota, dengan sumbu poros yang didasarkan pada arah mata angin dan pola geometri ruangnya secara keseluruhan membentuk dan mengarahkan pola struktur ruang kota (Widyaningsih, 2012).

 

Dilihat dari fisiknya, Dalem Pangeran ini merupakan tata bangunan rumah tradisional Jawa dengan luas sekitar 2000 – 10.000 m2 yang dibatasi dinding setinggi + 3 m disebut dengan cepuri, dan untuk mencapai area alem Pangeran, terdapat jalan yang disebut dengan gledekan dan pintu masuk yang disebut regol. Seperti halnya tata ruang Kota Yogyakarta yang membujur ke arah lor – kidul (Utara – Selatan), demikian pula arah hadap dari Dalem Pangeran. Berdasarkan morfologinya, elemen-elemen Dalem Pangeran, seperti gambar dibawah ini:

Gambar 1 Morfologi Elemen-elemen Dalem Pangeran (Sumber: Widyaningsih, 2012)

Berdasarkan morfologi elemen Dalem Pangeran, secara garis besar mempunyai typology yang sama. Namun ada beberapa Dalem Pangeran yang elemennya lebih komplek, seperti Dalem Mangkubumen. Hal ini dikarenakan Dalem Mangkubumen (saat ini difungsikan sebagai fasilitas pendidikan – universitas), diperuntukkan bagi putra mahkota atau Pangeran Pati, kedudukan tertinggi bagi pangeran yang kelak akan menggantikan kedudukan ayahandanya sebagai raja, mempunyai fasilitas bangunan terlengkap dibanding lainnya (Widayatsari, 2002 : 129).

 

Gledekan merupakan jalan yang mempunyai fungsi sebagai jalan khusus menuju Dalem Pangeran, dan jalan ini diukur dari jalan utama sampai regol. Gledekan ini, mempunyai kedudukan sama seperti jalan-jalan kampung lainnya. Dimana terdapat perpotongan publik dan privat, individu dan sosial, terbangun dan tidak dibangun, dan keterkaitan lainnya. Dan Gledekan ini terdapat beberapa type, yaitu; type berhimpit dengan jalan utama, type pendek dan type panjang (Ikaputra, 1995 : 68).

Gledekan Dalem Brontokusuman (Sumber: Widyaningsih, 2010)

Regol merupakan pintu gerbang menuju area Dalem Pangeran. Regol merupakan pintu penghubung utama, area Dalem Pangeran dan lingkungan sekitar. Pada umumnya Dalem Pangeran hanya mempunyai satu regol, namun ada beberapa Dalem Pangeran mempunyai dua regol. Dalem Pangeran yang mempunyai dua regol, yaitu; Dalem Kanoman dan Dalem Pakuningratan. Regol terdiri dari beberapa typology, yaitu; type regol menggunakan tradisional atap, seperti kampung, limasan dan joglo, type regol menggunakan ornamen-ornamen klasik dan regol type terpisah (Ikaputra, 1995 : 75).

Regol Dalem Puspodiningratan (atas) dan Dalem Sindurejan (bawah) – Regol Menggunakan Atap Tradisional (Sumber: Widyaningsih, 2010)

 

Area Dalem Pangeran dengan lingkungan sekitarnya dibatasi dan keliling dinding setinggi 3 meter, yang disebut dengan cepuri. Cepuri ini merupakan elemen Dalem Pangeran yang menandakan tertori dari Dalem Pangeran.

 

Akses masuk dan keluar cepuri, tidak hanya melalui regol saja, tetapi juga bisa melalui pintu yang berada di sisi kanan, kiri dan belakang area Dalem Pangeran. Pintu tersebut disebut sebagai butulan.

 

Butulan Dalem Suryowijayan Lama (Sumber: Widyaningsih, 2010)

Sedangkan seketheng adalah pintu yang berada di sisi kanan dan kiri dari Dalem Ageng, dan pintu tersebut sebagai pemisah antara area latar ngarep sampai pendopo dengan area dalem ageng, gandok, gandri, latar kiwo, latar tengen dan latar mburi. Seketheng ini memisahkan antara ruang public dan ruang privat. Selain sebagai pemisah antara ruang public dan privat dari Dalem Pangeran, seketheng juga berfungsi sebagai penolak balak pada Dalem Pangeran yang mempunyai regol berada tepat di tengah sumbu utama Dalem Pangeran. Hal dikarenakan, regol tersebut dianggap sebagai sujen atau tusuk sate.

 Seketheng Dalem Kaneman (atas) dan Dalem Suryowijayan Lama (bawah) Sumber: Widyaningsih, 2010

 

Dalem Pangeran mempunyai beberapa ruang terbuka atau disebut latar, yaitu latar ngarep, latar kiwo, latar tengen (latar tengah) dan latar mburi. Latar ngarep biasanya ditanami Sawo Kecik, latar tengah ditanami bunga-bunga dan latar mburi ditanami dengan sayuran, tanaman obat (toga) dan buah-buahan. Selain itu, sepanjang gledekan ditanami pohon asem atau tanjong (Adishakti, 1997 : 95).

Setelah kita masuk ke dalam cepuri, kita akan menemukan bangunan pertama yang disebut sebagai pendopo. Pendopo ini berada di area latar ngarep. Pendopo merupakan bangunan yang difungsikan sebagai temapt menerima tamu, pertemuan dan tempat pertujukan kesenian tradisonal Jawa, seperti tari dan nembang (Ikaputra, 1995 : 80) Sedangkan untuk pertunjukan wayang kulit, biasanya di gelar di pringgitan. Pringgitan berasal dari kata pe-ringgit-an, ringgit berarti wayang. Pringgitan adalah ruang yang letaknya antara pendopo dan Dalem Ageng.

Pendopo Dalem Komendaman – Pendopo yang dilengkapi dengan Kuncungan (Sumber: Widyaningsih, 2010)

Dalem Ageng adalah tempat tinggal utama bangsawan penghuni dalem beserta keluarganya. Atap bangunan dalem biasanya berbentuk joglo dan limasan. Dalem ageng seolah merupakan central space (ruang pusat) dari segala kehidupan keluarga. Dalem ageng mempunyai kelengkapan ruang pringgitan, senthong tengah, senthong wetan dan senthong kulon. Senthong tengah berada pada ‘pusat’ tata ruang dan merupakan inti ruang dalem dengan makna ruang yang paling tinggi, hal ini terlihat dari kedudukan lantai tertinggi serta adanya penyelesaian detil-detil khusus pada konstruksi ruangnya. Senthong ini merupakan ruang tertutup yang biasanya ditutup oleh tirai (korden). Senthong yang di tengah merupakan petak sakral yang dipergunakan untuk menyimpan pusaka; senthong tengah ini sering juga disebut krobongan, dari kata jawa obong yang berarti membakar karena tempat ini tempat membakar kemenyan untuk menghormati arwah leluhurnya. Tempat ini disebut juga pendharingan, dari kata daring yang berarti tempat beras, karena ruang dewi padi (Dewi Sri). Kedua senthong lain dipergunakan untuk menyimpan harta banda. Senthong kulon (barat) dan senthong wetan (timur) dipergunakan untuk tempat tidur bangsawan pemilik dalem, atau anak wanita.

Dalem Brontokusuman (Sumber: Widyaningsih, 2010)

Gadri atau serambi belakang, adalah bagian dari dalem ageng berupa ruang serambi di belakang senthong-senthong, yang biasanya disambung emper, dipergunakan untuk ruang makan dan ruang hidup sehari-hari bangsawan dan keluarganya

 Gandhok, adalah bangunan yang berupa ruang memanjang sejajar dan berimpit memanjang di kanan kiri dalem ageng, karena itu disebut gandhok kiwo dan gandhok tengen. Gandhok ini merupakan emper dalem ageng yang diperluas dan ditutup sehingga menjadi ruang tertutup. Gandhok ini dalam bahasa jawa yang berarti ‘gandeng’, jadi berarti ruangan yang gandeng dengan dalem ageng. Gandhok itu dibagi menjadi kamar-kamar yang biasanya salah satu dari gandhok itu menjadi tempat hidup sehari-hari keluarga bangsawan yang telah berusia lanjut, seperti orang tua, paman, bibi, dan sebagainya. Karena itu gandhok disebut kasepuhan.

 Los, di belakang dalem ageng terdapat taman yang teratur baik. Di sekeliling taman terdapat deretan kamar yang disebut los (ngelos) yang disediakan untuk abdi dalem dan magersari biasanya beserta keluarganya. Magersari ialah mereka yang mengabdi kepada bangsawan dan tugasnya mengerjakan segala macam urusan rumah tangga, jumlahnya sampai beberapa puluh orang

 Tratag, antara dalem ageng dan pendhapa ada gang yang diberi atap tratag atau atap kampung. Biasanya gang itu dibuat lantai yang menghubungkan lantai pendhapa emper dan lantai pringgitan

 

Daftar Referensi

Ikaputra. (1995) A Study on the Contemporary Utilization of Javanese Urban Heritage and Effect on Historicity

Widyaningsih, Eka. (2012) Kajian Karakter Kawasan Dalem Pangeran Di Yogyakarta Sebagai Arahan Penataan Dan Pengembangan Kawasan

 

(Kontributor Penulis : Eka Widyaningsih)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *