Pembentukan Yogya secara de jure dan de facto ?
Secara juridis Yogyakarta sebagai Kota Praja atau Kota Otonomi berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1947, yang dalam pasal I menyatakan bahwa Kabupaten Kota Yogyakarta meliputi wilayah Kasultanan dan Pakualaman serta beberapa daerah dari Kabupaten Bantul yang sekarang menjadi Kecamatan Kotagede dan Umbulharjo ditetapkan sebagai daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Daerah tersebut dinamakan Haminte Kota Yogyakarta. Sehingga Haminte Kota Yogyakarta adalah = Kabupaten Kota Yogyakarta yang meliputi wilayah Kasultanan dan Pakualaman serta beberapa daerah dari Kabupaten Bantul yang sekarang menjadi Kecamatan Kotagede dan Umbulharjo ditetapkan sebagai daerah yang berhak mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri.
Kota Yogyakarta juga diperkuat oleh Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, di mana Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Tingkat I dan Kotapraja Yogyakarta sebagai Tingkat II yang menjadi bagian Daerah Istimewa Yogyakarta. DPRD Kota Yogyakarta baru dibentuk pada tanggal 5 Mei 1958 dengan anggota 20 orang sebagai hasil Pemilu 1955.
Dengan kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 diganti dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, tugas Kepala Daerah dan DPRD dipisahkan dan dibentuk Wakil Kepala Daerah dan badan Pemerintah Harian serta sebutan Kota Praja diganti Kotamadya Yogyakarta.
Sedangkan Kotamadya Yogyakarta merupakan daerah Tingkat II yang dipimpin oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengangkatan bagi kepala Daerah Tingkat II seperti yang lain.
Seiring dengan bergulirnya era reformasi, tuntutan untuk menyelenggarakan pemerintahan di daerah secara otonom semakin mengemuka, maka keluarlah Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur kewenangan Daerah menyelenggarakan otonomi daerah secara luas, nyata dan bertanggung jawab.
Sesuai UU ini maka sebutan untuk Kotamadya Dati II Yogyakarta diubah menjadi Kota Yogyakarta sedangkan untuk pemerintahannya disebut dengan Pemerintahan Kota Yogyakarta dengan Walikota Yogyakarta sebagai Kepala Daerahnya.
Secara de facto Yogyakarta yang didirikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I sebagai ibukota kerajaan, pembangunannya bersamaan dengan pendirian bangunan keraton. Setelah sebagian keraton selesai dibangun, maka Sultan beserta keluarganya yang semula menempati Pesanggrahan Ambarketawang kemudian pindah ke keraton tepatnya di Gedhong Sedahan pada hari Kamis Paing, tanggal 7 Oktober 1756 Masehi bersamaan dengan tahun Jimakir tanggal 13 Sura 1682 Jawa. Kepindahan Sultan ke keraton diperingati dengan sengkalan memet berupa gambaran dua ekor naga yang ekornya saling melilit, berada di atas banon renteng kelir pada gapura belakang, berbunyi Dwi Naga Rasa Tunggal = 1682 tahun Jawa. Tanggal kepindahan Sultan ke istana Yogyakarta dianggap sebagai berdirinya Kota Yogyakarta (Panitya-Peringatan Kota Jogjakarta, 1956 :18).
Menurut dokumen Kapujanggan Keraton Ngayogyakarta, batas-batas Ibukota Ngayogyakarta Hadiningrat,
Sebelah utara : Kampung Jetis sampai Kampung Sagan dan Samirana
Sebelah timur : dari Kampung Samirana ke Kampung Lowano
Sebelah selatan : mulai Kampung Lowano sampai ke Kampung Bugisan
Sebelah barat : dari Kampung Bugisan sampai ke Kampung Tegalrejo (Panitya-Peringatan Kota Jogjakarta, 1956 :23)
Bacaan :
Panitya-Peringatan Kota Jogjakarta 200 Tahun
1956 Kota Jogjakarta 200 Tahun, 7 Oktober 1976-7 Oktober 1956 . Jogjakarta
Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1947 Nomor 17 Tentang Pembentukan Haminte-Kota Yogyakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1965 Tentang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah.
(Kontributor Tulisan : A Samrotul Ilmi 2020)