MENAPAK JEJAK SENI RUPA DI YOGYAKARTA
Di lingkungan Keraton Yogyakarta, tradisi melukis di kanvas terdata sejak Raden Saleh melukis Sri Sultan Hamengku Buwono IV. Setelah itu tercatat potret-potret Sultan dan para bangsawan mulai dilukis oleh para pelukis keraton yang sebagian besar anonim, tidak diketahui pelukisnya. Salah satu yang terdata, yang perlu dicatat karena memiliki peran penting dalam pendirian institusi pendidikan seni rupa yang berpengaruh besar terhadap dinamika perkembangan seni rupa saat itu adalah RM Djajengasmoro kirim oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VIII berguru di School voor Beeldende Kunsten di Batavia selama 2 tahun, mempelajari teknik melukis secara naturalistik, baik dalam melukis potret maupun melukis pemandangan. RM Djajengasmoro inilah yang kelak memiliki peran penting lahirnya Akademi Seni Rupa Indonesia.
Kepindahan Ibukota dari Jakarta ke Yogyakarta awal tahun 1946 yang diikuti oleh kepindahan para senimannya seperti Hendra Gunawan, Affandi, Sudarso, dan lain-lain turut memberikan pengaruhnya pada kehidupan seni rupa di Yogyakarta. Sri Sultan mendukung pergerakan para seniman tersebut dengan memberikan tempat sebagai studio kegiatan di Rumah Perkapalan 38 , pendopo kecil di utara alun-alun Keraton Yogyakarta. Aktivitas mereka disamping berkarya seni rupa, membuat poster dan mural perjuangan, juga mendidik perupa-perupa yang lebih muda. Pada masa ini mulai tumbuh sanggar-sanggar seni rupa yang turut menyuburkan kreativitas dan memberi peran sosial kesenimanan mereka. Tercatat berdiri Sanggar Seni Rupa Masyarakat, SIM (Seniman Indonesia Muda), Sanggar Pelukis Rakyat, PIM (Pelukis Indonesia Muda), Sanggar Bambu dan disusul oleh kemunculan sanggar-sanggar seni rupa lainnya.
Perjalanan Seni Rupa di Yogyakarta memperlihatkan kecenderungan yang sejalan dengan dinamika kehidupan modern yang mewarnai sendi-sendi kehidupan di masyarakat, sebagai suatu dinamika yang penuh daya cipta. Banyak seniman yang tinggal di Yogyakarta dengan karya-karya dan pemikiran kreatif yang terus lahir, serta aktivitas seni rupa yang tidak pernah berhenti seperti pameran, festival, workshop, diskusi, artistalk, residensi, ataupun penerbitan–penerbitan buku seni rupa telah turut menopang atmosfir seni rupa di Yogyakarta yang dinamis . Tercatat peristiwa-peristiwa Seni Rupa yang penting sebagai barometer perkembangan Seni Rupa Indonesia seperti Biennale Jogja, Festival Kebudayaan Yogyakarta, ArtJog, Yogyakarta Annual Art, Fiber Face, dan yang lainnya
Ruang-ruang untuk menggelar karya-karya Seni Rupa terus tumbuh seperti museum, galeri, rumah seni, studio seniman, hingga galeri milik seniman ataupun galeri yang dikelola para pecinta seni tersebut hadir tidak sekedar fasilitas, namun juga sebagai perjumpaan pemikiran dalam semangat kebersamaan.
Dalam tulisan ini akan diuraikan tiga hal yaitu :
A. RUANG-RUANG SENI RUPA
- Museum Sonobudoyo
- ASRI
- Senisono
- Taman Budaya Yogyakarta.
- Karta Pustaka
- Bentara Budaya Yogyakarta
- Museum Affandi
- Galeri Katamsi
- JNM
- Jogja Gallery
- Cemeti Art House
- Museum dan Tanah Liat
- Kedai Kebun Forum
- Tembi Rumah Budaya
- Tembi Contemporary
- Sangkring Art Space
- Srisasanti Gallery
- Kersan Art Studio
- Sarang Building
- Nalar Roepa
- Studio Kalahan
- RuangDalam Art House
- Pendhapa Art Space
- Plataran Djoko Pekik
- Museum Taman Tino Sidin
- Galeri-ne Godod
- Omahe Kartika
- Dyan Art Studio
- Tiga Roepa Gallery dan Cafe
- Babaran Segaragunung
- Miracle Prints Artshop & Studio
- Langgeng Art Foundation
- Indonesian Visual Art Archive
- Ruang Mes 56
- Omah Petroek
- Grafis Minggiran
- Indieart House
- Galeri Lorong
- Saptohudoyo Art Galeri
- Survive! Garage
- Kiniko Art
B. PERUPA dan KARYANYA
C. SANGGAR DAN ORGANISASI SENI RUPA
PTPI (Pusat Tenaga Pelukis Indonesia)
SIM
(Seniman Indonesia Muda)
Sanggar Pelukis Rakyat
PIM (Pelukis Indonesia Muda)
Sanggar Bambu
IKAISYO
Sanggar Dewata Indonesia
Sakato Art Community
API (Asosiasi Pematung Indonesia)
Babaran Segaragunung
D. KEGIATAN DAN AKTIVITAS
Biennale Jogja
Artjog
YAA (Yogyakarta Annual Art)
Fiber Face
FKY (Festival Kebudayaan Yogyakarta)
(Kontributor Penulis : Dyan Anggraini, 2020)